Hanya dalam hitungan detik, keriangan itu berubah
petaka. Kedua belas pejalan kaki tersambar mobil di halte bus Tugu Tani,
Gambir, Jakarta Pusat, Ahad (21/1) siang silam. Keadaan begitu pilu,
mengerikan, tubuh-tubuh bersimbah darah bergelimpangan, delapan orang
bahkan meregang nyawa di sana. Seorang korban lainnya akhirnya juga
mengembuskan napas terakhir.
Tak pernah ada yang menyangka kepergian mereka melepas penat beban hidup
sejenak di kawasan silang Monumen Nasional atau Monas, jadi kepergian
selamanya. Teguh Hadi Purnomo, satu di antara korban selamat menuturkan
kejadian tragis tersebut.
Sempat pingsan, Teguh tak ingat lagi luka-lukanya. Dengan kekuatan
tenaga yang tersisa, ia mengguncang sang anak, Yusuf, agar tetap hidup.
Namun, manusia berusaha, Allah yang menentukan.
Usai sudah liburan si kecil Yusuf dan tiga kerabat dari sang sopir bajaj
ke Monas. Mereka pun akhirnya pulang kampung ke Jepara, Jawa Tengah,
namun tak lagi bernyawa.
Air mata belum mengering, keluarga korban pun berupaya melepas ikhlas
kepergian mereka yang terkasih. Termasuk Ujay, empat sekawan pencinta
futsal yang turut tewas. Seperti sudah firasat akan pergi selamanya,
status Facebook ujay berpamitan menyiratkannya.
Santunan Jasa Raharja senilai Rp 25 juta memang tak pernah bisa
mengganti nyawa-nyawa yang terenggut. Firmansyah tak sempat menimang
sang jabang bayi, meninggalkan istri yang tengah hamil tujuh bulan.
Pun demikian Mulyadi yang harus rela melepas Buchari atau Ari pergi
selamanya dalam duka mendalam. Dan, kepedihan itu turut dirasakan warga
lainnya.
Ternyata, sempat-sempatnya sang pengemudi maut Afriyani Susanti mengunci
mobil ringseknya usai menghantam dua belas pejalan kaki. Ia terlihat
datar saja. Wajahnya tersirat gelisah, namun bukan karena sedih usai
menjagal sembilan nyawa. Kegeraman banyak pihak tak pelak muncul
disertai tanda tanya. Kok bisa tak merasa bersalah?
Tabir mulai terkuak. Foto pesta minuman keras dan narkotik Afriyani
terunggah di dunia maya. Bahkan, bermunculan plesetan celoteh dan pesan
bagi sang pengemudi maut. Mulai dari akun Twitter bernada
galak, pesan berantai permintaan mengebut di DPR, hingga anekdot
disamakan dengan Gayus Tambunan menyamar versi terbaru.
Petaka ini seolah menyengat publik. Terlebih, soal fenomena narkoba
bagai puncak gunung di lautan, masih sedikit yang tersingkap. Modus
terbaru terus bermunculan, terakhir via lautan lepas narkoba
diselundupkan. Setahun terakhir, pil ekstasi yang disita naik 110
persen.
Tekanan sosial lingkungan, terjebak pusaran gaya hidup salah arah, bisa
jadi faktor kuat seseorang terjerat narkoba. Dikabarkan pula, Afriyani
sedang mencari jodoh, terlacak di laman indonesiancupid.com. Rasa
kepercayaan diri dan eksistensi saat mengonsumsi narkoba bagai pil
mujarab pengobat beban hidup. Ironis, rasa ini jelas semu semata, bahkan
justru berbuah petaka.(ANS)
Sabtu, 28 Januari 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar